Catatan Kelas Intensif Bengkel Diri - Tarbiyah Jinsiyah (part 1)

Ini adalah catatanku pribadi tentang materi Kelas Intensif Bengkel Diri - Tarbiyah Jinsiyah, Seks Edukasi dalam Islam.
Part 1 ini adalah materi "Membangun Relasi Sehat dengan Anak agar Siap Bincang Seksual" yang diampu Ummu Balqis.

Dibuka dengan sebuah kenyataan yang bagaikan punchline untuk aku pribadi,
"Ummahat yang face to face dengan akhir zaman."

Soalnya ya emang, fakta-fakta yang terkait dengan kerusakan zaman itu udah nggak yang nun jauh disana. Beritanya makin kesini makin (naudzubillah min dzalik) deket. Makanya kita harus ikhtiar punya modal, bekal, ilmu, buat membersamai anak, generasi penerus di tengah zaman yang sedang tidak baik-baik saja.
 
Hari ini bahas tentang Komunikasi.
Why repot-repot bahas ini dulu nggak langsung sat set bahas Tarbiyah Jinsiyah nya?
 
Komunikasi adalah kunci membersamai, mendidik, memberikan input. Dengan kita memahami, mengenal, kita bisa mengatur strategi agar anak kita bisa kita arahkan dan didik dengan baik, sesuai dengan bagaimana Rasulullah mendidik generasi mudanya.
 
Tarbiyah, pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari komunikasi. Kalau komunikasinya macet, ngobrol aja nggak pernah, gimana kita mentrasnfer value kehidupan kepada anak kita?
 
Maju lagi, sebelum bahas tentang komunikasi, Ummu bahas dulu hal yang lebih mendasar, 4 Kebutuhan dasar anak.
 

4A Kebutuhan dasar anak

1. AQIDAH

Kebutuhan untuk dirawat aqidahnya, dikenalkan sama Rabb-nya, dijaaga fitrah tauhidnya. Kebutuhan untuk dikenalkan kembali pada fitrah keimanannya. Ini bisa mulai dari janin, dari kehamilan, begitu lahir, bahkan sebelumnya.
Coba sini ngaca dulu, udah ditanamin aqidah yang bener belum? (Halo, aku?)

Karna anak-anak yang dari kehamilan, lahir, sebelum dibuat, ketika berjima, berdoa dulu, dipenuhi kebutuhan aqidahnya, insyaAllah mereka lebih mendengar orangtuanya ketimbang yang enggak.

2.     ASUH

Ini adalah kebutuhan biomedis. Nutrisi dengan gizi seimbang, perawatan kesehatan dasar, sandang, pangan, papan. Makan, pakaian, dasar-dasar biologis.

Ya kalo anak laper, terbengkalai, jangankan ngobrol, dia udah ribet sendiri sama kondisinya.

3.     ASIH

Emotional security. Kebutuhan kasih sayang, perhatian, penghargaan, fisik dan emotional touch. Contohnya disayang, dihargai, dipeluk, dll. Pastikan anak-anak kita emotional securitynya terpenuhi.

4.     ASAH

Kebutuhan stimulasi yang memberikan efek positif pada perkembangan mental psikososial, kecerdasan, kepribadian, moral dan etika.


Kalau kebutuhan dasarnya belum dipenuhi, kemungkinan anak akan sulit kita ajak ngobrol.
Yang ini dulu dipenuhi. Baru ke tahap selanjutnya.
 
Tarbiyah jinsiyah nggak bisa dilepaskan dari tauhid. Memasukkan unsur lillah dalam rumah kita. Ikatan kepada Rabb di dalam rumah.
 
Kalua sudah dipenuhi, bisa berangkat satu step lagi mempersiapkan relasi sehat dengan anak dengan bangun komunikasi yang sehat.
 

Tentang Komunikasi 

Komunikasi adalah jembatan penghubung proses pemenuhan kebutuhan dasar anak. 
Kalo ga punya cara komunikasi yang tepat, orangtua sulit memenuhi kebutuhan anak.

Komunikasi yang tidak tepat, menyebabkan salah satu diantara:
1.     Orangtua sulit memenuhi kebutuhan anak
2.     Anak merasa orangtuanya tidak memenuhi kebutuhannya. Padahal orangtuanya sudah berusaha. Tapi karena cara penyampaiannya tidak tepat, anak tidak merasakannya.
Misalnya: cara komunikasi kita kasar, nggak tepat, anak nggak ngerasa dibimbing tapi diomelin.
Nanti ujung-ujungnya anak-anak jadi pembangkang karna merasa tidak dikasihi, tidak dicintai.
 
Rules without love is rebellion.
Bagaimana agar merasa dicintai? Komunikasi yang harmonis, bener, yang menyambungkan hati.
 
Dasar alasan mengasuh/mendidik anak juga harus tepat, biar teknik yang keluar juga bener.
Orang yang mikir ngasuh anak adalah --ngasih makan, mandiin, nyuapin, udah--, akan beda sama orang yang punya visi misi value yang jelas.
Kita harus sepakat dulu, ngasuh anak itu nggak sekedar ngasih makanan, pakaian, nyekolahin sampai selesai.
 

Visi Misi dan Value Mendidik Anak

1.     Visi

a.     Perintah Allah untuk menjaga fitrah anak (HR Bukhari) & menyelamatkan anak-anak dari api neraka (QS. At Tahrim: 6)
b.     Tanggung jawabnya lebih besar dari sekedar ngasih makan. Jaga fitrah. Fitrah aqidah, kebaikan, kasih sayang, seksual, dll. Pendidikan ala Rasulullah. 
c.     Orang yang punya visi demikian, akan sangat hati-hati mendidik anak. Mencukupkan ilmu dan persiapan agar sanggup mendidik buah hati biar fitrah terjaga dan dari api neraka.

2.     Misi

a.     Menjadikan anak2 bertumbuh jadi pribadi shalih yang peduli sekitar dan bahagia
b.     Orang yang mendidik anak dengan mindset yang benar, beda cara dan perlakuan.

3.     Value

a.     Setiap detik pengasuhan adalah bentuk penuntasan amanah yang insyaAllah bernilai ibadah.
b.     Jadi sama-sama kita pahami kalau mengasuh anak itu susah, berat, membutuhkan energi air mata keringat berdarah2. Tapi ingat valuenya biar lebih strong menghadapi up and down. Biar fighting spiritnya besar. Sekali lagi, setiap detik adalah penuntasan amanah, adalah ibadah.
 
Karna nggak ada anak2 yang dari perjalanan kehidupannya terus luruuus aja. Kadang belok kiri, kanan, Kembali meluruskan nya itu butuh effort.
Niat kuat, ilmu, istiqomah.
Kita barengi niat kuat dengan ilmu yang kuat dan keistiqomahan.
Kalo bukan kita yang menjaga anak2 kita, siapa lagi?
 
Solusi rusaknya jaman bukan child free, tapi benahi konsep pengasuhan dengan visi misi dan value yang benar. Kita menjaga generasi, adalah jihad kita sebagai seorang ibu.
Betul jaman udah bobrok, tapi kita insyaAllah punya peran disini, dari diri kita, dari anak-anak kita.



Tentang Komunikasi:

Komunikasi sama anak itu (idealnya) diantara tiga hal ini:
  1. Media menunjukkan kasih sayang. Kalau kita ngomong, anak makin sayang.
  2. Media mendidik anak. Kalo kita ngomong, anak semakin berilmu.
  3. Media menguatkan fondasi anak. Kalo kita ngomong, anak kita filternya makin kuat, dirinya makin kokoh.
Karna tujuannya adalah kebaikan, maka ngomongnya pun akan baik. Tertata. Tidak kasar. Tidak asal ngomong. Becandanya pun menimbulkan rasa kasih sayang. Ada value disitu. Ada tauhid yang ditanamkan. Ada hal baik disitu.
Karna kebaikan tidak bisa diisi dengan kezoliman.

Masih tentang komunikasi antara orangtua dengan anak, catatannya adalah:

1.     Kedua orangtua harus berperan

Bukan cuma ibunya. Di Al-Quran itu dialog yang paling banyak adalah dialog antara ayah dengan anaknya. Dialog berat, tauhid, keimanan, syariat, yang dibukukan adalah dialog bapak ke anak. Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail, Nabi Nuh dengan anaknya, Luqman al hakim dengan anaknya. Bapak2pun harus punya peran dalam Pendidikan anak. Keduanya harus berperan.

2.     Komunikasi dialog dua arah

Ayah atau ibu diktator ga ada dalam islam. Anak harus diberikan kesempatan ngomong. Contoh nabi Ibrahim denga Ismail. Usahakan komunikasi dialog dua arah.

3.     Penuh kasih sayang

Komunikasi karena cinta. Cinta kepada Allah. Cinta kepada anak-anak. Cinta kepada diri sendiri. Cinta kepada keluarga. Komunikasi dengan tujuan menyelamatkan keluarga dari api neraka. Sehingga komunikasihnya berbobot, lembut. Komunikasi karna ingin ridho Allah hadir.



Hambatan komunikasi antara ortu dengan anak. 

Ada nggak orang tua yang sulit berkomunikasi dengan anak?

Banyaak. Yang mau berkomunikasi tapi rasanya kaku, keras, dingin, kayak ada tembok tinggi antara anak dengan orangtuanya. Kira-kira, kurang lebih ini penyebabnya:

1.     Waktu dan prioritas.

Kehidupan zaman sekarang dimana kita terbiasa hidup fast living. Orientasi kehidupannya materialistis. Apa efeknya? Ortu sibuk bekerja. Sibuk dengan pencarian2 yang sifatnya materi. 

Bapak jaman dulu sebelum maghrib udah di rumah. Jadi ngobrol sama anak ada waktu. Tapi bapak jaman sekarang abis isya baru pulang, apa malah sepekan sekali. Kapan ngobrolin aqidah, tauhid, syariat sama anak. Seolah-olah hal itu bukan jadi hal yang penting dibandingkan materi.

Durasinya jarang. Kalo durasinya aja jarang gimana mau hangat?

Ngobrol sama anak udah nggak jadi keharusan. Jadi seolah-olah nggak ada waktu dan bukan prioritas

Jangankan ngobrol sama anak, suami istri aja jarang ngobrol. Di kasur sibuk sama hp. Ngobrol edukasi anak jarang. Ngobrol antar ortu aja jarang.

2.     Luka pengasuhan

Misalnya dulu kita lahir dari keluarga yang ortunya ga harmonis. Nggak dapet contoh dari ortu kita di masa lampau. Ortu kita jarang ngobrol hal remeh temeh sama kita. Kita jadi ga terbiasa.

Dulu ngomongin haid aja bingung. Mau nanya ukuran bra bingung. Ortu ga pernah nanyain gimana kehidupan kita. Kita jadi awkward pas mau nyoba ke anak-anak kita. Gimana ya mulainya?

Saran ummu, pertama: menyadari bahwa ujian temen2 yg terdahulu adalah ujian yang emang turun dari Allah. Lalu maafkan. Kalo ga pernah ngerasa dapet kehidupan sebagai anak yang hangat.

Coba isi lubang besar di hati nya dengan cinta lain. Cinta ke Allah, Ketika kita bisa memaafkan ortu, ga jadi alesan atau excuse Ketika kita gabisa hangat ke anak2.

Jadikan anak2 kita sebagai penguat. Maafkan. Berhenti di aku. Aku ke anakku, anakku ke cucuku, akan jadi keluarga yang hangat.

3.     Ilmu komunikasi.

 

Mari mengenali anak kita

Kenapa perlu belajar ilmu tentang anak? Kenapa perlu mengenali anak? Biar nggak ngomongnya keitnggian, atau terlalu rendah, nggak sat set sat set.

1.     0-2 tahun: sensori motoric.

a.     Mengeksplorasi dengan dirinya, tangan, mulut, panca indera dll, warna kontras,
b.     Ngobrol sama bayi 3 bulan, deketin, harus deket.
c.     Suka suara yang lucu-lucu. Intonasinya.

2.     2-7 tahun: pre operasional

a.     Bisa bicara awal2. Belum sempurna menyampaikan kalimat, tapi udah mulai memahami sesuatu yang konkrit, jelas terlihat. Masih bingung sama konsep abstrak, belum paham kematian, balas budi.
b.     45 tahun belum ngerti tentang meninggal. Harus konkrit.
c.     Jelaskan tarbiyah jinsiyah konkrit. Pake boneka. Ini dada, vagina, bokong, ga boleh dipegang.
d.     Anak mulai belajar bahsa, berpusat ke dirinya, 

3.     7-11: konkrit operasional.

a.     Mulai paham penjumlahan, klasifikasi

4.     11 keatas:

a.     Kognitif sempurna
b.     Verbal komplekas, abstrak jelas dll.
 
Informasi kemampuan kognitif ini bisa kita pakai untuk mempertimbangkan penyampaian materi edukasi seksual sesuai dengan tahapan anak.
 

Perkembangan Psikososial Anak

1.     0-1.5 tahun

a.     Anak mulai mengembangkan rasa percaya pada orang terdekat. 
b.     Digendong, nangsi. Kalo ibu ga ngerespon, ibu jadi ga pd, sulit komunikasi sama orang sekitar.
c.     0-1.5 tahun, respon kebutuhan bayi. Makan, nenen, ganti pampers, dipeluk, dia bosan, RESPON.
d.     Respon seluruh kebutuhan dia. Agar dia tau ibnya lah tempat paling nyaman. Dibuli di sekolah dll Kembali kepada ibunya.
e.     Jangan membuat anak kita punya issue dengan ibunya. Kalo dari kecil kebutuhannya terbengkalai, cerita malah dimarahi, ga punya safe place, comfort zone, 

2.     1.5-3 tahun

a.     Tugas kita memebrikan anak sedikit keleluasaan, jangan terlalu protektif, biar anak ga tumbuh jadi pribadi yang ragu2 dan ga percaya diri.
b.     Ambil makan sendiri, taro piring sendiri, beresin mainan sendiri, dll
c.     Jangan lupa kasih pujian.
d.     Anak merasa punya tanggung jawab atas hidupnya, atas dirinya, dan dia tau ortu nya percaya sama dirinya.

3.     3-6 tahun

a.     Anak mulai inisiatif. Jangan patahkan inisiatifnya dengan dimarahi atau hukuman.
b.     Contoh: nyapuin rumah, ga usah disapuin tetep kotor. Harusnya tetep support.
c.     Kalo sering dipatahkan inisiatifnya, lambat laun dia akan ga peduli.
d.     Pada akhirnya dia ga mau bercerita.

4.     6-12 tahun

a.     Udah mulai terlibat drama pertemanan, biarkan anak menyelesaikan permasalahannya sendiri, tapi dia tau kita adalah support, safe place.

5.     12-18 tahun

Teknik Komunikasi dengan Anak ala Ummu Balqis

1.     0-2 tahun

a.     Eye contact

  • Fase oral verbal, mengembangkan rasa percaya.
  • Mata kita ketemu mata dia. 
  • Kalo ribet anaknya digendong. Ada apa sayang, kenapa nangis, butuh apa nak?
  • Kalo ortu bicara eye contact, naro hp, anak akan tumbuh jadi anak yang pandai berkomunikasi.
  • Wajib eye contact biar anak ga membangun barrier yang tinggi. 

b.     Skin contact

  • Masukin value baik sambal tepuk2 kaki, elus2 kepala, sambal disayang2 jidat, pipi, biar masuk value kebaikannya.

c.     Bahasa tubuh ekspresif

  • Visualnya tinggi. Senyum. Intonasi, wajah, ekspresif.

d.     Posisi tubuh

  • Sejajarkan dengan anak. Kalau repot, digendong.
e.     Respon antusias

  • 1 tahun anak mulai babbling ke suku kata. Respon antusias ini membuat anak inisiasi bicaranya terimprove.

f.      Inisiasi bicara

  • Anak nunjuk2, iniasi. Adek mau kue? Jangan langsung diambilin. Adek mau kue? Mau kue yang ini? Ayo ikuti bunda, adik mau kue, ma..
  • Berlatih bicara, bonding sama orangtua sebagai pendidik pertama akan terbentuk.

g.     Pilih kalimat singkat dan jelas artikulasi

SARAN:

  1. READ ALOUD BOOK. Membacakan buku dengan lantang.
  2. Minimalisir distraksi suara: no gadget/screen time: no ipad, hp, tivi, tapi bacakan buku, ceritakan, denger suara bicara mamaknya.
  3. Kita sudah bica bicara value kehidupan: mencontohkan dalam daily life, memperkenalkan kalimat thayyibah. Bismillah dek nenen dulu yuk. Alhamdulillah, makasih ya Allah adek udah kenyang. Makasih udah ngasih asi lewat mama aku. Bersin kalimat thayyibah, takut kalimat thayyibah, dll. Kenalkan sejak dini.
  4. Setiap mau bobo, lullabinya orang lagu2, kita al fatihah sama surat-surat pendek.
  5. Bunda Ketika bicara sama ayah, ke kakak, dengan hangat. Ketika lagi kesel, astaghfirullah, Tarik nafas.
  6. Anak nangis, Tarik nafas hembuskan, astaghfirullah. Adek kesel ya? Tunggu ya, bunda coba atur nafas dulu ya. Istighfar, audzubillah. Addek marah ya, coba ya sabar ya, istighfar bareng yuk.
  7. Contohin langsung: how to communicate. Anak-anak yang ortunya pandai meregulasi emosi, anak-anaknya juga insyaAllah lebih pandai meregulasi emosinya sendiri.

2.     3-5 tahun

a.     Eye contact, Bahasa tubuh, posisi tubuh
b.     Intonasi
c.     Pengulangan

  • Sudah mulai bisa bicara tapi pengaturan kalimatnya tidak sepenuhnya sempurna. Kebolakbalik. "Oh tadi maksudnya gimana?" Diulang-ulang nggak papa. "Maksud adek yang mana?" Cari cara buat memahaminya.
  • Targetnya, agar anak terbiasa menyampaikan ceritanya secara full tanpa ragu. Supaya anak2 punya safe place untuk bercerita kalau ada red flag yang terjadi dalam kehidupan dia.
  • Anak yang terbiasa berkomunikasi baik dengan mamanya, kalua dia mendapatkan perlakuan buruk dari sekitarnya, 

d.     Empati

  • Sabar. Dengarkan. Ketika dia selesai menyampakan cerita dengan sempurna, puji.
  • Ooo gitu, oo bunda paham sekarang. Sini peluk nak.
  • Aduh apaan sih adek? Bunda nggak ngerti ah udah udah udah. Ini adalah tembok awal anak nggak mau lagi cerita sama kita. Nanti deh bunda nggak ngerrti, udah sana sama ayah aja.
  • Misalnya Rana, kalau sulit diungkapkan dengan kata-kata, "Coba digambar sih kayak gimana?" Tiap anak bisa jadi beda-beda. Temukan caranya. Bisa juga misalnya tebak-tebakan, dll.
  • Goalnya: anak2 terbiasa, sukacita, cerita apapun ke kita.
  • Kalo sekarang di tahap anak ga berhenti bercerita apapun, syukuri. Kalo belum, latih. Karna ini modal biar di masa remaja tetep mau cerita sama kita.

e.     Melibatkan pada pilihan

  • Bisa jadi outputnya tetap kita yang tentukan, tapi teknisnya anak membuat pilihan. Misalnya lagi makan, "Mau diambilin tempe dulu apa sayur bayem dulu?" *padahal akhirnya dua2nya sih dimasukin

f.      Maaf dan terimakasih


SARAN
  1. Read aloud book sambil menanamkan moral dan value lewat cerita. 
  2. Bermain kartu emosi. Melatih anak menyampaikan emosi lewat kalimat.
  3. Diskusi value kehidupan: mencontohkan langsung dalam dialy life, memperkenalkan kalimat thoyyibah, ajak tadabur alam, cerita lewat buku. 3-5 tahun dia udah notis, diajak ke kebun binatang. Gajah besar ciptaan allah. Semut kecil juga ciptaan Allah. Langit macem2 kadang mendung kadang terang.
  4. Untuk ngajarin cara empati ke temen, bisa lewat buku tentang bersahabat, dll.
  5. Ortu yang golden age anaknya diisi dengan hal2 semisal. Jalan2 sambil ngobrol, cerita, dll, akan membuat memori yang hangat. Ibunya. Anaknya. Bondingnya kuat. Modal di kehidupan berikutnya. Di masa pre-teen atau remaja menuju dewasa. Mamaknya bapaknya nggak canggung lagi. Tarbiyah jinsiyah itu harus dari mamak dan bapaknya.

3.     6-11 tahun

a.     Perhatian & atensi
b.     Sikap saling menghormati
c.     Frekuensi ngobrol harus banyak.

  • Anak mulai sibuk sama temennya sendiri. Minimal sebelum berangkat sekolah sempet ngobrol pas makan sarapan. Atau malem sebelum tidur. Atau waktu makan malem.
  • Jangan diturutin anak udah seneng ngedekem di kamar.
  • Dibuat momennya. Frekuensinya diciptakan.

d.     Jangan menyela

  • Anak udah masuk usia nggak suka disela. Biarkan mereka selesaikan kalimatnya.

e.     Peka

  • Kudu sensitive. Misalnya anak lagi jerawatan, atau anaknya pendek, gendut, dll. Jangan bahas hal-hal tersebut jika tidak dalam rangka mencari solusi.
  • Misalnya anak makannya banyak, kita nasehatin melulu tentang itu nanti dia ilfeel, "Ah sama bunda mah ngomongnya aku banyak makan melulu."

f.      Humor

g.     Focus pada hal yang dikoreksi

  • Khususnya kalo anak kita salah.
  • Misalnya, "Nak bunda mau ngomong serius sama abang. Tapi ada 1 hal yang bunda harus koreksi nih."
  • Trus sudahin dulu. "Menurut abang Tindakan abang salah nggak? Harusnya kayak gimana?" caritau pembelaan dia, gimana cerita versi dia. tapi jangan dibentak2 dengan lebay.

h.     Maaf dan terimakasih

i.      Libatkan pada perencanaan.

  • Biar anak ngerasa terlibat, jadi bagian dari itu.

SARAN

  1. bincang value kehidupan: menanamkan moral dan value lewat dialog. 
  2. Adakan curhat session: menlatih anak menyampaikan emosi lewat dialog. Misalnya menjelang tidur. Setiap tidur, benahi kasurnya, selimuti, bunda hari ini mau curhat. Kita dulu yang curhat. Bunda lagi ada begini begini. Menurut kakak gimana ya?
  3. Kita mulai curhat duluan, buka kehangatan baru, biar dia mikir, "Oh mamak gue curhat ke gue." One day dia akan lebih plong Ketika certia. Bisa juga pancing, "kalo abang ada yang mau dicurhatin nggak nih ke bunda?"
  4. Diskusi value kehidupan: tadabbur alam, lewat studi kasus. Mulai studi kasus, nggak ada kejadiannya, tapi kita lempar topik. Contoh: "Bang, misalnya ada temen anak bunda gini gini gini, menurut abang gimana? Bagus nggak dia tindakannya? Harusnya gimana dia sikapnya? Misal abang nemu uang 100 ribu apa yang dilakukan? Ada anak perempuan suka sama abang abang akan lakukan apa?"
  5. Bondingnya kuatin dulu tapi. Hangatnya dijaga dulu. Gabisa tiba2 studi kasus kalo ngobrol aja ga pernah, curcol aja ga pernah.

4.     12-18 tahun

a.     Hal yang sma seperti periode sebelumnya

b.     Privasi

  • Bunda ketuk kamar sebelum masuk, tapi hp bunda perlu password kamu baru bunda izinkan kamu main hp untuk kepentingan sekolah.
  • Bunda perlu tau. Kamu masih dalam pengawasan bunda. Bunda mau memastikan kamu aman

c.     Menghargai pilihan

  • Pilihan2 yang sesuai dengan syariat, missal: mau jurusan apa.

d.     Pendampingan kegagalan

e.     Value diri

  • Bagaimana kita sebagai orangtua membangun kepercayaan diri anak kalua kamu keren, hebat, cantik, ganteng. Biar anak nggak bingung identitas.
  • Gue ga cantik kalo gue girly. Jadi gue tomboy aja.
  • Ketika anak punya value yang tepat kalo harga diri dia bukan hanya fisik, makhluk hebat ciptaan Allah.
  • Usia sma eating disorder karna ga sekurus jennie (???)

f.      Melatih skill perencanaan
g.     Trust

SARAN

  1. Melatih public speaking (menanamkan keberanian bicara di lingkup yang lebih luas), kenalkan life mapping dan mind mapping (melatih anak menyampaikan gagasan dengan lebih terstruktur)
  2. Diskusi value kehidupan: tadabbur alam, lewat studi kasus, tadabbur quran rutin/kajian keluarga. Kalo bapaknya belum sanggup, sepekan sekali duduk bareng, sama anak yang udah remaja, sambal nonton kajian bareng-bareng. Selepasnya baru diskusi. Mengokohkan value kehidupan.
  3. Hangatkan rumah kita dengan cinta, lewat ilmu, lewat bagaimana kita saling peduli amar ma’ruf nahi mungkar.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Kelahiran Mamas Bayi (Part II)

Cerita Kelahiran Mamas Bayi (Part 1)